Lebih dari 14 abad yang lalu, Islam muncul dan mulai
berkembang membawa visi profetis Nabi sebagai gerakan pembebasan kebodohan dan
keterbelakangan yang terinspirasi oleh kitab suci Al-Qur’an. Ide revolusi yang
di bawa oleh Nabi Muhammad Saw merupakan badai tsunami yang merambah seluruh
lapisan khususnya masyarakat Arab dan dunia pada umumnya. Selain gagasan
tersebut, yang terutama adalah tentang visi pendidikan yang luar biasa.
Semangat Islam yang terinspirasi oleh ayat yang pertama turun "Iqra"
(perintah membaca) dan Al-Muddatsir (perintah untuk bangkit dan menyampaikan).
Sehingga pada awalnya Islam mulai menyebar dengan sistem pemberantasan buta
huruf secara besar-besaran. Karena memang bahwa Islam tidak akan mampu berkembang
dan meningkat manakala di pegang oleh orang-orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
Dan memang sudah menjadi hak manusia untuk pintar dan memperoleh pendidikan.
Bahkan untuk menyukseskan program pemberantasan buta huruf
ini, Nabi Muhammad Saw mengesampingkan perbedaan sikap politik dan agama.
Terbukti tahanan pada saat perang Badar dapat di bebaskan jika sanggup mengajar
baca tulis kepada beberapa orang dari umat Islam. Hal ini merupakan contoh
sikap keterbukaan Nabi Muhammad Saw yang luar biasa hebatnya dan sampai
sekarang belum terulang lagi dalam sejarah. Dengan semangat itulah yang
mendorong Islam dalam kurun waktu yang tidak lama dapat maju dan memimpin dunia
selama 7 abad lamanya, dari abad ke 7 – 14 masehi. Perlu diketahui bahwa pada
masa itu, masyarakat Arab yang sanggup baca tulis hanya 15 orang.
Setelah selama 7 abad lamanya Islam memimpin dunia, awal abad
15 M, Islam mulai terpuruk, pusat pendidikan, pengembangan dan penelitian ilmu
waktu itu di Baghdad hancur berantakan setelah ada penyerangan dari bangsa
Mongol yang di pimpin oleh Hulaghu Khan (putra dari Jengis Khan). Kehancuran
kota Baghdad yang ditandai dengan pembakaran jutaan buku di berbagai
perpustakaan dan pembuangan buku ke sungai Eufrat dan Tigris. Penelitian
terbaru menjelaskan bahwa bukan atas kesadaran bangsa Mongol membakar dan
membuang buku, tapi itu atas perintah para jenderal Persia yang melarikan diri
dan bergabung dengan tentara Mongol setelah Persia berhasil ditaklukkan oleh
tentara Islam pada masa khalifah Umar. Bangsa Mongol yang terkenal dengan
kebiasaan yang barbarian tidak memiliki pengetahuan dan keinginan sampai
menghilangkan jutaan buku.
Selain sebab tersebut juga kemunduran umat Islam di sebabkan
oleh adanya peperangan saudara berebut kekuasaan dan menyebarnya ajaran tasawuf
secara membabi buta dengan mengesampingkan fungsi dan posisi akal. Sehingga
sampai saat ini negara-negara yang mayoritas Islam masuk menjadi kelompok
negara dunia ketiga, the third world (negara terbelakang dan gagal) yang
secara umum segala lini kehidupan di bawah masyarakat non muslim dan
bangsa-bangsa Islam terus menerus di eksploitasi guna melemahkan kekuatan
Islam. Prakteknya, dikotomisasi ini memunculkan ketergantungan negara
berkembang terhadap negara maju
Saat ini perkembangan peradaban dunia kian pesat dan tak
terkendali memunculkan banyak spekulasi masa depan umat manusia. John Naisbitt
misalnya memprediksi bahwa negara-negara dunia ketiga akan menjadi
"santapan" negara-negara maju. Dalam hal ini kita bisa melihat
bagaimana perilaku biadab AS terhadap negara-negara muslim dengan dalil
terorisme, pelanggaran HAM. Budaya permisivisme, liberalisme, sekulerisme,
hedonisme 3 F (food, fashion and fun). Senada dengan hal tersebut John
Marcoff dan Francis Fukuyama mengatakan bahwa peradaban dunia akan berakhir
dengan hilangnya konflik dan ideologi tingkat global dan lahirnya dunia baru
yang cukup harmonis. Dan universalisasi demokrasi liberal Barat sebagai bentuk
final yang dilahirkan manusia. Tesis tersebut mengundang reaksi Samuel
Huntington yang mengatakan bahwa setelah perang dingin dengan runtuhnya Uni
Soviet (blok komunis) tanpa terjadi penggunaan senjata yang sudah diakumulasi
dalam jumlah yang besar sekali, dan kemenangan di pihak AS. Maka AS cenderung
menentukan tantangan baru dan hal tersebut malah merupakan konflik yang cukup
besar. Yakni dengan adanya benturan antar peradaban. Ia menekankan pada tiga
peradaban besar, yakni Barat Vs Islam dan Confusian (ras kuning)
Hal-hal tersebut berdampak sangat fatal, khususnya pada dunia
pendidikan saat ini. Dampak globalisasi ekonomi politik meniscayakan adanya
modernisasi dan di maknai sebagai alat untuk melegitimasi para pelaku
pendidikan menerapkan logika bisnis dalam dunia pendidikan. Biaya pendidikan
pun melambung tinggi akibat swastanisasi sekolah dan kompetisi pasar pendidikan
yang tidak sehat.
Logika bisnis ini sudah terbukti pada banyak kasus . Karena
letaknya strategis jadi lebih evektif jika di jadikan sebagai fasilitas yang
menguntungkan. Begitu juga tentang persaingan sekolah yang tidak sehat
menyebabkan diskriminasi sekolah bermutu/favorit dengan sekolah tidak favorit
dengan biaya yang membumbung tinggi karena target jaringan mereka adalah
kelompok masyarakat menengah keatas. Mahalnya pendidikan ini menyumbat arus
jenjang pelajar untuk meneruskan. Yang tidak manusiawi lagi, atas nama otonomi
pendidikan dan otonomi kampus siswa lulusan SMA menjadi target finansial bagi
PTN dengan berbagai program seleksi masuk PTN.
Standarisasi materi yang menjadi landasan pelaku pendidikan
saat ini menyebabkan nilai-nilai afeksi terabaikan sama sekali. Hal tersebut
menyebabkan pendidikan tidak terjangkau lagi untuk masyarakat bawah. Hal
tersebut di perparah oleh mutu pendidikan yang masih rendah.
Menggagas pendidikan yang mencerdaskan
Dari pada selalu mencaci maki kegelapan lebih baik menyalakan
cahaya penerangan. Kita semua telah mengetahui dampak kemampuan menguasai dan
menggunakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Manusia Indonesia pada umumnya
cukup mempunyai potensi kepintaran untuk itu. Tapi penguasaan ilmu pengetahuan
dan tekhnologi tidak cukup hanya dengan potensi kepintaran tersebut. Terbukti
bagaimana Barat dengan penguasaan tekhnologi yang sangat luar biasa, tetapi
tingkah laku, sikap dan kebudayaan yang diciptakan kemudian sangat bobrok
(pergaulan bebas dll). Dalam UU Sisdiknas 2003 mulai dimasukkan target
pendidikan yang lebih mengarah pada nilai-nilai kemasyarakatan dan berlandaskan
agama yaitu afeksi (pendidikan moral). Bagaimana kemudian apa yang dihasilkan
oleh pendidikan berupa ilmu yang memiliki sinergitas dengan iman dan akhlak
(moral) dan menjadi pola tingkahlaku (amal sholeh) yang baik dan biasa di
masyarakat.
Persoalan utama saat ini adalah bagaimana manusia baik dan
menjadi manusia bertanggung jawab sebagai tujuan pendidikan yang bisa diterima
semua masyarakat. Dan visi muslim, dendekia dan pemimpin perlu diintegrasikan
secara menyeluruh dan komprehensif. Muslim, sebagai identitas dan spirit,
sebagai formula pembentukan sikap, bagaimana muslim yang ideal? Cendekia
merupakan konsekuensi logis kita sebagai muslim, karena dengan cerdas lah Islam
dapat berkembang. Dan pemimpin menjadi kebutuhan mendesak saat ini. Jiwa
kepemimpinan dibutuhkan untuk mengontrol, mengarahkan dan mengendalikan ilmu
pengetahuan ndan tekhnologi agar dalam pemanfaatannya sepenuhnya untuk
kemaslahatan masyarakat banyak.
Dengan rendahnya mutu pendidikan saat ini, dapat kita lihat
pada sector ekonomi yang menjadi pemilik adalah orang-orang non-pribumi,
sektor-sektor sentral malah dikuasai asing. Di sisi lain Islam yang pada awal
kemunculannya sarat konsep revolusi, saat ini belum menjadi kekuatan yang
representatif untuk mengusung perubahan (khususnya Indonesia yang mayoritas
Islam). Kita bisa melihat bagaimana umat Islam terus menerus di bodohi dan di
eksploitasi karena memang spirit berjuang semakin melemah dan saat ini yang
kemudian menjadi kiblat bukanlah Islam, melainkan Barat (AS)
Jadi bagaimana pendidikan berfungsi sebagai proses
memanusiakan manusia, maksudnya bahwa pendidikan mempunyai visi menciptakan
generasi yang memiliki jiwa perubahan, berpikiran bebas (merdeka) dan memiliki
daya cipta untuk menanggapi perubahan zaman. Bagaimana mengembalikan umat Islam
untuk kembali cinta pada ilmu pengetahuan seperti pada zaman awal perkembangan
Islam yang berlandaskan moralitas yang kuat? seperti yang diamanatkan dalam
pembukaan UUD 1945. Tetapi melihat kenyataan sekarang mengindikasikan bahwa
pendidikan telah gagal merubah peradaban yang konstruktif. Bagaimana para elite
penguasa masih berfikir dan mengambil kebijakan serba rasional ala kaum
modernis yang naïf dan hanya berorientasi pada aspek kognisi dan psikomotorik.
Yang mementingkan kecerdasan otak dan kekuatan otot dan malah mengesampingkan
kecerdasan moral dan spiritual. Dalam proses pendidikan agama sebagai basis
pembentukan akhlak (moral) ternyata juga dengan metode yang sama. Jadi
standarisasi menguasai materi ibadah, jika di ulangan smester mendapat nilai
sembilan.
Dengan membagi komponen sistem pendidikan yaitu pendidik,
peserta didik dan media pendidikan, materi, metode dan lingkungan dapatlah kita
telusuri akar permasalahannya. Dari komponen system pendidikan itu yang jarang
di evaluasi adalah peserta didik. Secara fitrah sudah dibekali intelegensi,
kemauan, daya cipta, jiwa perubah dan keimanan yang bisa dikembangkan sendiri.
Jadi bagaimana kita menempatkan pendidikan sebagai kawah
candradimuka yang menggodok kader-kader pejuang, generasi penerus yang memiliki
kebudayaan dan zaman yang berbeda dengan umat terdahulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar