Rabu, 04 Mei 2011

PENGHIMPUNAN DAN PEMBIAYAAN MUSYARAKAH


A.    PENGHIMPUNAN DANA
Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat, metode penghimpunan dana yang dilakukan pada bank syariah ialah terlebih dahulu bank syariah harus mempunyai sumber dana yang optimal sebelum disalurkan kembali kepada masyarakat. Disamping itu sebagai bank yang berbasis syariah maka bank tersebut sangat dituntut untuk menerapkan kaidah syariat Islam dengan memahami transaksi serta dana masyarakat yang dihimpun tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Pada bank syariah, sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari 3 (tiga) jenis dana, yaitu : [1]
1.      Dana modal, yaitu dana dari pendiri bank dan dari pemegang saham bank tersebut.
2.      Dana titipan masyarakat yang diantaranya dikelola oleh bank dengan system wadi’ah.
3.      Dana yang diinvestasikan melalu bank serta dana zakat, infak dan sadaqah.
Dalam hal menghimpun dana dari masyarakat, bank syariah memiliki perbedaan yang mendasar terhadap bank konvensional, yaitu :[2]
a.       Pada bank konvensional, masyarakat bertujuan untuk menabung dan mengamankan dananya dari hal-hal yang tidak diinginkan serta mengharapkan laba dari dana tersebut.
b.      Pada bank syariah, dana tersebut bertujuan untuk diinvestasikan dalam berbagai pembiayaan. Apabila memperoleh laba maka akan dilakukan bagi hasil sedangkan apabila mengalami kerugian maka masyarakat tidak akan mendapatkan imbalan atau keuntungan.

B.     PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
a.      Pengertian Musyarakah
Menurut DR. Jafril Khalil yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut porsi yang disepakati.[3]
Dalam buku “Bank Syariah, dari teori ke praktik” yang ditulis oleh Muhammad Syafi’i Antonio, Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[4]
Sedangkan Sunarto Zulkifli, dalam bukunya “Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah” menuliskan bahwa yang dimaksud dengan musyarakah adalah akad kerjasama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama.[5]
Jadi dapat disimpulkan bahwa musyarakah adalah kerjasama yang dilakukan oleh dua orang pemilik modal atau lebih untuk sebuah usaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung sesuai dengan kesepakatan bersama.
b.      Landasan Syar’i
1.      Al-Qur’an
“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Q.S. Shaad : 24).
2.      Al-Hadits
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda : Sesungguhnya Allah Azzawa Jalla berfirman, “Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati yang lainnya.” (HR. Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).
3.      Ijma’
Dalam kitab al-Mughni,[6] Ibnu Qudamah berkata “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”

c.       Rukun Musyarakah
1.      Para pihak yang ber-syirkah
2.      Porsi kerjasama
3.      Proyek / usaha (masyru’)
4.      Ijab qabul (sighat)
5.      Nisbah bagi hasil

d.      Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu :
1.      Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan sebuah aset dimiliki oleh dua orang. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang dalam sebuah aset nyata juga berbagi pula pada keuntungan yang dihasilkan dari asset tersebut.
2.      Musyarakah akad tercipta dengan cara adanya kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk memberikan modal serta kesepakatan berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi :[7]
a.       Musyarakah mufawadhah, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang sama.
Flowchart: Alternate Process: Pengusaha IIFlowchart: Alternate Process: Pengusaha I
Flowchart: Alternate Process: Dana XFlowchart: Alternate Process: Dana X


Flowchart: Alternate Process: Usaha


Flowchart: Alternate Process: Laba / Rugi


Flowchart: Alternate Process: Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan


b.      Musyarakah al-‘inan, yaitu kerjasama antara dua pihak atau lebih dengan porsi dana yang berbeda.
Flowchart: Alternate Process: Pengusaha IIFlowchart: Alternate Process: Pengusaha I
Flowchart: Alternate Process: Dana XFlowchart: Alternate Process: Dana Y


Flowchart: Alternate Process: Usaha


Flowchart: Alternate Process: Laba / Rugi


Flowchart: Alternate Process: Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan


c.       Musyarakah wujuh, yaitu kerjasama antara pemilik dana dengan pihak lain yang memiliki kredibilitas atau kemampuan serta kepercayaan.
Flowchart: Alternate Process: Pengusaha IIFlowchart: Alternate Process: Pengusaha I
Flowchart: Alternate Process: DanaFlowchart: Alternate Process: Kredibilitas


Flowchart: Alternate Process: Usaha


Flowchart: Alternate Process: Laba / Rugi


Flowchart: Alternate Process: Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan


d.      Musyarakah abdan, yaitu kerjasama atau percampuran tenaga atau profesionalisme antara dua pihak atau lebih.
Flowchart: Alternate Process: Pengusaha IIFlowchart: Alternate Process: Pengusaha I
Flowchart: Alternate Process: ProfesionalismeFlowchart: Alternate Process: Profesionalisme


Flowchart: Alternate Process: Usaha


Flowchart: Alternate Process: Laba / Rugi


Flowchart: Alternate Process: Bagi Hasil Sesuai Kesepakatan



C.    MUSYARAKAH MUTANAQISHAH
Musyarakah mutanaqishah (perkongsian yang mengecil) adalah suatu bentuk musyarakah dimana porsi dana salah satu pihak akan menurun terus hingga akhirnya menjadi nol. Ketika hal ini telah terjadi maka kepemilikan akan berpindah kepada pihak yang lain. Pada kerjasama ini kedua belah pihak mencampurkan dananya untuk membiayai sebuah usaha/proyek, yang nantinya secara bertahap porsi modal salah satu pihak akan berkurang hingga menjadi nol.[8]
Sebagai contoh kasus adalah : pihak bank dan nasabah bekerja sama dalam sebuah pengadaan barang atau sebuah usaha. Misalnya saja penyewaan rumah mewah yang mana pihak bank mempunyai saham 50% dan pihak nasabah 50%. Harga rumah tersebut sejumlah Rp. 100.000.000,-, jadi bank berkontribusi Rp. 50.000.000,- dan nasabah Rp.50.000.000,-.
Seandainya sewa yang dibayarkan oleh penyewa sebesar Rp.2.000.000,- per bulan maka pada realisasinya Rp.1.000.000, menjadi bagian bank dan Rp.1.000.000,- menjadi bagian nasabah. Akan tetapi karena nasabah ingin memiliki rumah tersebut maka uang Rp.1.000.000,- itu dijadikan pembelian saham dari saham bank. Dengan demikian saham nasabah setiap bulan akan semakin bertambah dan saham bank semakin mengecil hingga akhirnya nasabah akan memiliki 100% saham rumah dan pihak bank tidak lagi memiliki saham atas rumah tersebut.

D.    MANFAAT DAN RESIKO PEMBIAYAAN MUSYARAKAH
Terdapat beberapa manfaat dan resiko dalam pembiayaan musyarakah ini, yang mana diantaranya adalah sebagai berikut.
a.       Manfaatnya :
-          Bank akan menghasilkan peningkatan dalam jumlah tertentu ketika keuntungan usaha nasabah meningkat.
-          Bank tidak wajib membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah dalam pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan mengalami negative spread.
-          Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah, sehingga nasabah tidak diberatkan.
-          Bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan.
-          Bagi hasil pada musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga pada bank konvensional.
b.      Resikonya :
-          Nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
-          Lalai dan kesalahan yang disengaja.
-          Nasabah menyembunyikan keuntungan, apabila nasabah tersebut tidak jujur.

…ooOoo…

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anulkarim.
Hadits.
Gemala Dewi, SH., LL.M, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), Hlm.
Syafi’i Antonio, Muhammad,. Bank Syariah dariTeori ke Praktik, (Depok : Gema Insani, 2001).
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2007).



[1] Gemala Dewi, SH., LL.M, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Peransuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2006), Hlm. 80-84.
[2] Ibid., Hlm. 108-109.
[3] Ibid., Hlm. 86., (dikutip dari buku DR. Jafril Khalil, MCL “Prinsip Syariah dalam Perbankan,” Jurnal Hukum Bisnis, Agustus 2002., Hlm. 50.)
[4]  Syafi’i Antonio, Muhammad,. Bank Syariah dariTeori ke Praktik, (Depok : Gema Insani, 2001), Hlm. 90.
[5]  Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah, Jakarta : Zikrul Hakim, 2007), Hlm. 53.
[6]  Syafi’i Antonio, Bank Syariah..…, Hlm. 91., (dikutip dari Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, Mughni wa Syarh Kabir, Beirut : Darul-Fikr, 1979, vol. V. Hlm. 109.)
[7]  Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis….., Hlm. 53-55.
[8]  Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis….., Hlm. 74-75.

Tidak ada komentar: