Jumat, 29 April 2011

Definisi Kejahatan


PEMBAHASAN
A. Definisi Kejahatan          
`           Tidak ada bentuk kesepakatan di dalam pendefinisian Kejahatan di antara para ahli hukum sendiri, dan keberagaman pendefinisian ini kembali pada pada cara pandang mereka yang berbeda mengenai hakikat Kejahatan itu sendiri. Ada yang memberikan pendefinisian
(1)Kejahatan adalah Suatu perbuatan yang bersifat mengerjakan ataupun meninggalkan suatu perbuatan yang mana sangsinya telah ditentukan oleh hukum,
(2) ada juga yang mendefinisikannya “ Suatu perbuatan atau kejadian yang dapat membahayakan dan undang-undang telah melindungi kemaslahatan ini di dalam Hukum Pidana dan dampak dari perbuatan kejahatan ini adalah hukuman yang akan diterima oleh si pelaku,

(3)sebagian lagi ada yang mendefinisikannya sebagai “ Suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan yang bersumber dari keinginan untuk melakukan dan hukum telah menentukan sangsinya berupa hukuman atau semisal tindakan-tindakan preventif.
Dari berbagai pendefinisian diatas, maka pengertian yang terakhir lebih mendekati kepada ciri-ciri perbuatan kriminal atau kejahatan, yaitu “ Perbuatan atau tingkah laku yang tidak diperbolehkan (illegal)yang bersumber dari keinginan untuk melakukan kejahatan yang mana sangsinya telah ditetapkan oleh undang-undang.”
Terkadang pengertian kejahatan pidana yang merupakan perbuatan dan tingkah laku yang tidak diperbolehkan dapat terkontaminasi dengan pengertian perbuatan kejahatan yang lainnya seperti kejahatan sipil(perdata)  
Yang pertama: adalah perbedaan antara kejahatan pidana dan kejahatan sipil; ke-illegal-an kejahatan pidana berpegang pada UU Hukum Pidana sesuai dengan asasnya ‘Tidak ada kejahatan dan tidak ada hukuman kecuali ada undang-undangnya’. Sedangkan kejahatan sipil ketidak absahannya bersumber dari UU pasal 163 UU perdata Mesir “ Setiap perbuatan yang menyebabkan bahaya pada orang lain yang mewajibkan bagi si pelaku untuk mengganti rugi.” Dan perbedaan ini terlihat pada kejahatan pidana tertuang dalam teks undang-undang secara pasti, sedangkan undang-undang perdata tidak ada di dalamnya batasan untuk kategori kejahatan akan tetapi ada satu kaedah hukum yang membatasinya dengan asas ganti rugi, yaitu timbulnya bahaya pada orang lain karena bahaya disini dianggap sebagai unsur dalam kejahatan sipil dan sebaliknya tidak di dalam kejahatan pidana           .
            Kedua: perbedaan antara kejahatan pidana dan kejahatan ta’dibiyyah
Yang dimaksud dengan kejahatan ta’dibiyyah disini adalah perbuatan atau tingkah laku yang salah yang dilakukan oleh seorang pegawai negara atau orang yang bertugas mengabdi untuk negara, yang mana perbuatannya dianggap sebagai kelalaian pada kewajiban atau tugasnya. Maka perbedaan keduanya terletak pada kejahatan ta’dibiyyah dapat dikenakan hanya pada golongan tertentu dari masyarakat yang berprofesi sebagai pegawai negara atau orang-orang yang mengabdikan dirinya untuk umum(masyarakat) seperti pegawai negeri, dokter, pengacara dll  .

B.Klasifikasi Kejahatan       
        Secara umum Kejahatan dapat dibagi ke dalam beberapa pembagian: 
1. Pembagian kejahatan menurut bentuknya dibagi menjadi tiga; Kejahatan( Jinayah) , Pelanggaran berat( Junhah) , dan pelanggaran ringan( Mukhalafah) , inilah pembagian yang disebutkan oleh pembuat undang-undang Mesir yang terdapat dalam pasal 9-12 Qonun ‘Uqubah    .
2. Kejahatan dibagi juga menurut unsur materiil( ar-Ruknu al-Maddi) menjadi Kejahatan dalam waktu singkat( Jaraim Waqtiyyah) , Kejahatan yang berkelanjutan ( Jaraim Mustamirrah) , Kejahatan yang diikuti perbuatan-perbuatan yang selanjutnya( Jaraim Mutataba’atu al-Af’al) , Kejahatan biasa ( Jaraim Basithah) , dan Kejahatan berulang-ulang kali ( Jaraim ‘Itiyad)   .
3. Sedangkan berdasarkan unsur immateril( ar-Ruknu al-Maknawi), Kejahatan dibagi menjadi dua; Kejahatan yang disengaja( Jaraim ‘Amdiyyah) dan Kejahatan yang tidak disengaja( Jaraim ghairu Amdiyyah)       .
4. Dan yang terakhir pembagian Kejahatan berdasarkan jenis hak yang terancam dibagi menjadi empat; Kejahatan biasa ( Jaraim ‘Adiyah) , Kejahatan politik ( Jaraim Siyasiyah) , Kejahatan militer dan Kejahatan umum    .

Unsur pertama dalam kejahatan         

Telah kita ketahui sebelumnya bahwa di dalam sebuah perbuatan pidana ada tiga unsur penting pembentuknya; pertama unsur syari’ atau kita kenal dengan ketidak bolehan suatu perbuatan untuk dilakukan menurut UU, dan kata tidak boleh( ‘adamu al-masyrui’yyah) yang dimaksudkan adalah adanya UU yang mengatur bahwa perbuatan tersebut melanggar UU, dan juga terlepasnya perbuatan kejahatan ini dari alasan-alasan yang membenarkannya( asbabul ibahah). Yang kedua Rukun Maddi ( unsur materiil) yaitu perbuatan kejahatan yang dilakukan. Dan yang ketiga adalah Rukun Maknawi ( unsur immaterial) yang dimaksudkan di sini adalah niat pelaku atau kesengajaan untuk melakukan perbuatan tersebut 

C. Beberapa mazhab mengenai kejahatan
1. Mashab Neo-Klasik
Ciri-ciri mashab ini adalah:
1.    Adanya pelunakan atau perubahan pada doktrin kehendak bebas - kebebasan kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh : Patologi,
2.    Premiditasi, niat yang dijadikan ukuran daripada kebebasan kehendak (hal-hal yang aneh)
3.    Pengakuan daripada sahnya keadaan yang memperlunak. Ini dapat bersifat fisik, keadaan lingkungan atau keadaan mental dari si individu
4.    Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan pelunakan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja
5.    Dimasukkannya kesaksian atau keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab 

2. Mashab Positivis
Penghukuman terhadap penjahat dilakukan melalui eliminasi. Jenis eliminasi yang diterapkan:
1.    Eliminasi mutlak atau kematian bagi mereka yang kelakuan jahatnya adalah hasil dari anomali psikologi yang permanen sifatnya, dan yang mengakibatkan bahwa mereka untuk selama-lamanya tidak akan dapat mengikuti kehidupan so-sial
2.    Eliminasi sebagian, termasuk didalamnya hukuman penjara seumur hidup atau untuk jangka waktu lama dan pembuangan bagi mereka yang hanya pantas untuk hidup secara nomadis atau primitif, atau isolasi ringan dalam koloni-koloni pertanian bagi pelanggar hukum yang masih muda dan mempunyai harapan
3.    Reparasi yang dipaksakan bagi mereka yang kurang memiliki sifat-sifat altruistis dan telah melakukan kejahatan di bawah tekanan keadaan-keadaan tertentu yang pada umumnya tidak akan terjadi lagi
Agar hukuman dapat efektif harus dipenuhi 3 syarat:
1.    Sesuai dengan tuntutan masyarakat bahwa petindak harus ditindak karena dia telah melakukan kejahatan
2.    Asas-asas umumnya tentang eliminasi harus cukup menakutkan, sehingga merupakan pencegahan
3.    Seleksi sosial yang dihasilkannya memberikan harapan untuk kemudian hari dengan jalan destruksi total secara lambat laun dari si penjahat dan keturunannya.
3. Mashab Kritis
Mashab ini menggunakan pendekatan:
A. Interaksionis
Kejahatan dipandang sebagai suatu perbuatan atau perilaku yang menyimpang secara sosial. Definisi kejahatan tergantung keadaan sosial.
Tiga konsep dasar pada pendekatan ini:
1.    Manusia berperilaku berdasarkan arti sesuatu yang melekat (inheren) pada perilaku tersebut
2.    Arti dari sesuatu timbul atau ditafsirkan berdasarkan interaksi sosial
3.    Pemberian arti terhadap sesuatu tersebut berlangsung secara terus-menerus
B. Pendekatan Konflik
Pendekatan ini beranggapan bahwa hukum berisi nilai-nilai yang tidak mencerminkan keinginan seluruh masyarakat tetapi hanya mencerminkan keinginan dari sekelompok warga masyarakat yang memiliki kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan sosial. Hukum dibuat untuk melindungi nilai dan kepentingan kelompok yang berkuasa. Definisi kejahatan ditentukan oleh penguasa.
Pendekatan ini dibagi dua sub pendekatan:
1.    Non-Marxis; menghendaki hukum pidana diubah menjadi lebih baik
2.    Marxis; menghendaki perubahan hukum pidana dilakukan oleh orang yang memang benar-benar bersih, kata lain perubahan struktural
Empat syarat yang harus diperhatikan untuk menggunakan Mashab kritis:
1.    Harus ada satu metodologi yang dapat digunakan untuk menggali kekayaan dunia penjahat dan metodologi yang dapat menghargai bermacam masalah yang dihadapi penjahat
2.    Memperhatikan dampak yang ditimbulkan oleh lembaga-lembaga hukum terhadap realitas sosial penjahat
3.    Aspek kriminal dan non kriminal satu sama lain salin berhubungan erat
4.    Kejahatan dan penjahat merupakan hasil dari interaksi antara atauran-aturan, pembentukan hukum, penegakan hukum dan pelanggaran hukum.
D. Macam-macam kejahatan dalam pelanggaran HAM
Kejahatan Genosida menurut Pasal 8 UU 26/2000, adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, atau kelompok agama, dengan cara: membunuh anggota kelompok, mengakibatkan penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, menciptkan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh atau sebagiannya, memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, atau memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan menurut Pasal 9 adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas dan sitematik yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Bentuk-bentuk kejahatan kemanusiaan ini adalah: pembunuhan; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; penyiksaan; perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui; penghilangan orang secara paksa; atau kejahatan apartheid.
E. Teori Mengenai Pelanggaran
1 .Teori Esensi
Teori ini bertolak dari keyakinan bahwa kita memiliki harapan­-harapan tertentu tentang bagaimana orang lain sepatutnya berperilaku atau bertindak ketika berinteraksi dengan kita. Kepatutan tindakan tersebut pada prinsipnya diukur berdasarkan norma-norma sosial yang berlaku atau berdasarkan kerangka pengalaman kita sebelumnya (Field of Experience). Terpenuhi tidaknya ekspektasi ini akan mempengaruhi bukan saja cara interaksi kita dengan mereka tapi juga bagaimana penilaian kita terhadap mereka serta bagaimana kelanjutan hubungan kita dengan mereka
Bertolak dari pernyataan diatas kemudian teori ini berasumsi bahwa setiap orang memiliki harapan-harapan tertentu pada perilaku nonverbal orang lain. Jika harapan tersebut dilanggar maka orang akan bereaksi dengan memberikan penilaian positif atau negatif sesuai karakteristik pelaku pelanggaran tersebut.
Sebuah contoh kecil mungkin akan memperjelas pemahaman anda tentang asumsi teori ini. Anggaplah anda seorang gadis jujur yang sedang ditaksir dua orang pemuda.. Anda tidak bingung karena jelas anda hanya menyukai salah seorang diantara mereka. Apa yang terjadi ketika pemuda yang anda senangi tersebut menemui anda dan berdiri terlalu dekat sehingga melanggar jarak komunikasi antarpribadi yang diterima secara normatif? Besar kemungkinan anda akan menilainya secara positif. Itulah tanda perhatian yang tulus atau itulah perilaku pria sejati ujar anda. Namun bagaimana halnya bila yang melakukan tindakan tersebut pria yang bukan anda senangi? Anda akan bereaksi secara negatif. Anda akan mengatakan bahwa orang itu tidak tahu sopan santun atau mungkin dalam hati anda akan berujar “Dasar lu, kagak tahu diri!”
Jadi kita menilai suatu pelanggaran didasarkan pada bagaimana perasaan kita pada orang tersebut. Bila kita menyukai orang tersebut maka besar kemungkinan kita akan menerima pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan menilainya secara positif. Sebaliknya bila sumber pelanggaran dipersepsi tidak menarik atau kita tidak menyukainya maka kita akan menilai pelanggaran tersebut sebagai sesuatu yang negatif.
2. Teori Expectancies (Harapan)
Faktor NEV Theory yang pertama mempertimbangkan harapan kita. Melalui norma-norma sosial kita membentuk ” harapan” tentang bagaimana orang lain (perlu) bertindak secara nonverbal (dan secara lisan) ketika kita saling berinteraksi dengan mereka. Harapan merujuk pada pola-pola komunikasi yang diantisipasi oleh individu berdasarkan pijakan normatif masing-masing individu atau pijakan kelompok. Jika perilaku orang lain menyimpang dari apa yang kita harapkan secara khas, maka suatu pelanggaran pengharapan telah terjadi. Apapun “yang diluar kebiasaan” menyebabkan kita untuk mengambil reaksi khusus (menyangkut) perilaku itu. Sebagai contoh, kita akan berekasi ( dan mungkin dengan sangat gelisah/tidak nyaman) jika seorang asing meminta berdiri sangat dekat dengan kita. Dengan cara yang sama, kita akan bereaksi lain jika orang  yang penting dengan kita berdiri sangat jauh sekali dari kita pada suatu pesta. Dengan kata lain kita memiliki harapan terhadap tingkah laku nonverbal apa yang pantas dilakukan orang lain terhadap diri kita. Jika perilaku nonverbal seseorang, ketika berkomunikasi dengan kita, sesuai atau kurang lebih sama dengan pengharapan kita, maka kita akan merasa nyaman baik secara fisik maupun psikologis. Persoalannya adalah tidak selamanya tingkah laku orang lain sama dengan apa yang kita harapkan. Bila hal ini terjadi, maka akan terjadi gangguan psikologis maupun kognitif dalam diri kita baik yang sifatnya positif ataupun negatif. Suatu pelanggaran dari harapan nonverbal kita dapat mengganggu ketenangan; hal tersebut dapat menyebabkan bangkitnya suasana emosional.
3. Teori Violation Valence (Valensi Pelanggaran)
Ketika harapan nonverbal kita dilanggar oleh orang lain, kita kemudian melakukan penafsiran sekaligus menilai apakah pelanggaran tersebut positif atau negatif. Penafsiran dan evaluasi kita tentang perilaku pelanggaran harapan nonverbal yang biasa disebut D Violation Valence atau Valensi Pelanggaran  adalah elemen kedua yang penting dari teori NEV. NEV Theory berasumsi bahwa perilaku nonverbal adalah penuh arti dan kita mempunyai sikap tentang perilaku nonverbal yang diharapkan. Kita bersepakat tentang  beberapa hal dan tidak setuju tentang beberapa hal yang lain. Valensi adalah istilah yang digunakan untuk menguraikan evaluasi tentang perilaku. Perilaku tertentu jelas-jelas divalensi secara negatif, seperti perlakuan tidak sopan atau isyarat yang menghina (seseorang, “menghempaskan burung kamu atau memelototkankan matanya pada kamu). Perilaku lain divalensi secara positif (seseorang memberi isyarat “v” untuk kemenangan  karena perbuatan tertentu atau  menga-cungkan ibu jari untuk jaket penghangat barumu).  Sebagai contoh, bayangkan kamu berada di suatu pesta dan seorang asing yang baru diperkenalkan tanpa diduga-duga menyentuh tanganmu. Karena kamu baru saja berjumpa orang itu, perilaku tersebut bisa jadi mengacaukan. Kamu mungkin menginterpretasikan perilaku tersebut sebagai kasih sayang, suatu undangan untuk menjadi teman, atau sebagai suatu isyarat kekuasaan. NEV Theory berargumen bahwa jika perilaku yang diberikan lebih positif dibanding dengan apa yang diharapkan, hasilnya adalah pelanggaran harapan yang positif. Dan sebaliknya, jika perilaku yang diberikan lebih negatif dibanding dengan apa yang diharapkan, menghasilkan suatu pelanggaran harapan yang negatif. Ini disebut juga Violation Valence atau Valensi Pelanggaran. Violation Valence dikatakan positif bila kita menyukai tindakan pelanggaran tersebut, dan sebaliknya dikatakan negatif jika kita tidak menyukai pelanggaran tersebut


4. Teori Communicator Reward Valence (Valensi Ganjaran Komunikator)
Valensi Ganjaran Komunikator adalah unsur yang ketiga yang mempengaruhi reaksi kita. Sifat alami hubungan antara komunikator mempengaruhi bagaimana mereka (terutama penerima) merasakan tentang pelanggaran harapan. Jika kita “menyukai” sumber dari pelanggaran ( atau jika pelanggar adalah seseorang yang memiliki status yang tinggi, kredibilitas yang tinggi, atau secara fisik menarik), kita boleh menghargai perlakuan yang unik tersebut. Bagaimanapun, jika kita ” tidak menyukai” sumber, kita lebih sedikit berkeinginan memaklumi perilaku nonverbal yang tidak menepati norma-norma sosial; kita memandang pelanggaran secara negatif. Dengan kata lain jika kita menyukai orang yang melanggar tersebut, kita tidak akan terfokus pada pelanggaran yang dibuatnya, justru kita cenderung berharap agar orang tersebut tidak mematuhi norma-norma yang berlaku. Sebaliknya bila orang yang melanggar tersebut adalah orang yang tidak kita sukai, maka kita akan terfokus pada pelanggaran atau kesalahannya dan berharap orang tersebut mematuhi atau tidak melanggar norma-norma sosial yang berlaku.
F.Beberapa teori mengenai kejahatan
1. Teori teologis
            Menyatakan kriminalitas sebagai perbuatan dosa yang jahat sifatnya. Setiap orang normal bisa melakukan kejahatan sebab didorong oleh roh-roh jahat dan godaan setan atau iblis atau nafsu-nafsu durjana angkara, dan melanggar kehendak Tuhan.
2. Teori filsafat tentang manusia.
            Teori ini menyebutkan adanya dialektika antara pribadi/personal jasmani dan pribadi rohani. Personal rohani disebut juga dengan JIV atau jiwa, yang berarti ’lembaga kehidupan’ atau ’daya hidup’
3. Teori Kemauan bebas
            Teori ini menyatakan bahwa, manusia itu bisa bebas berbuat menurut kemauanya. Dengan kemauan bebas menentukan pilihan dan sikapnya.untuk menjamin agar setiap perbuatan berdasarkan kemauan bebas itu cocok dengan kemauan masyarakat maka manusia harus diatur dan ditekan dengan; hukum,norma-norma, dan pendidikan.
4. Teori penyakit jiwa.
            Teori ini menyebutkan adanya kelainan-kelainan yang bersifat psikis, sehingga induvidu yang berkelainan ini bisa sering melakukan kejahatan-kejahatan. Penyakit jiwatersebu berupa; psikopat dan defek moral.
5. Teori fa’al tubuh (fisiologis)
            Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah ; ciri-ciri jasmani dan bentuk jasmaninya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher dan anggota badan lainnya. Dan semua ciri fisik itumengkonstituisasi kepribadian seseorang dengan kecendrungan-kecendrungan kriminal.
6. teori yang mentitik beratkan pengaruh antropologis.
            Teori ini menyatakan adanya ciri-ciri induvidual yang berkarakteristik dan ciri anatomis yang khas menyimpang. Dalam kelompok ini dimasukkan kelompok atavisme.
7. teori yang mentitik beratkan pada faktor sosial,  dari sekolah sosiologis Prancis
            Mazhab ini dengan tegas menyatakan, bahwa pengaruh paling mementukanyang mengakibatkan kejahatan adalah ; faktor-faktor eksternal atau lingkungan sosial dan kekuatan sosial.











PENUTUP
Beberapa definisi kejahatan menurut beberapa Ahli
Kejahatan adalah Suatu perbuatan yang bersifat mengerjakan ataupun meninggalkan suatu perbuatan yang mana sangsinya telah ditentukan oleh hukum, ada juga yang mendefinisikannya “ Suatu perbuatan atau kejadian yang dapat membahayakan dan undang-undang telah melindungi kemaslahatan ini di dalam Hukum Pidana dan dampak dari perbuatan kejahatan ini adalah hukuman yang akan diterima oleh si pelaku, sebagian lagi ada yang mendefinisikannya sebagai “ Suatu perbuatan yang tidak diperbolehkan yang bersumber dari keinginan untuk melakukan dan hukum telah menentukan sangsinya berupa hukuman atau semisal tindakan-tindakan preventif.Dari berbagai pendefinisian diatas, maka pengertian yang terakhir lebih mendekati kepada ciri-ciri perbuatan kriminal atau kejahatan, yaitu “ Perbuatan atau tingkah laku yang tidak diperbolehkan (illegal)yang bersumber dari keinginan untuk melakukan kejahatan yang mana sangsinya telah ditetapkan oleh undang-undang.” 
Terkadang pengertian kejahatan pidana yang merupakan perbuatan dan tingkah laku yang tidak diperbolehkan dapat terkontaminasi dengan pengertian perbuatan kejahatan yang lainnya seperti kejahatan sipil(perdata) 



Tidak ada komentar: