Rabu, 27 April 2011

“PERAN PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN DAN PERDAMAIAN ACEH”

Latar Belakang
Ini bukanlah sebuah tulisan ilmiah, ini hanya sebuah opini yang didasarkan atas realita di lapangan. Karena ini hanya sebuah opini saya tidak akan menyajikan sebuah tulisan berdasarkan kekangan format penulisan ilmiah. Format penulisan ilmiah telah mengaburkan esensi dari sebuah sugesti yang ingin disarankan. Saya akan menulis bebas, karena dengan berfikir bebas dan menulis bebas akan mengantarkan kita kepada sebuah konklusi yang bisa dijadikan solusi. Benar ini adalah sebuah opini yang nantinya banyak dihiasi asumsi dan persepsi, tetapi yakinlah tetap berada dalam kerangka berfikir ilmiah.
Pemuda dalam definisi sosial adalah generasi antara umur 20 – 40 tahun ( atau 18- 35 tahun dalam referensi lain). Dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seorang manusia ialah antara umur 40 -60 tahun. Dari perbandingan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa pemuda adalah penerus generasi sebelumnya untuk masa yang akan datang.

Lihatlah keadaan hari ini, dimana pembangunan fisik dan mental negeri bergerak sangat lambat. Banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak pakai, masih juga belum diperbaiki, padahal keadaan itu sudah berlangsung lama. Atau proyek jalan dan jembatan yang terbengkalai bertahun-tahun. Belum lagi masalah kualitas pendidikan kita, yang hampir semuanya berorientasi membentuk kuli. Ini hanya secuil bagian dari besarnya masalah dalam pembangunan.

Lalu bagaimana harusnya sikap pemuda? Setidaknya ada beberapa fakta yang mesti diperhatikan para pemuda, sebagai agen akselerator transformasi. Pemuda, adalah kelompok usia produktif yang memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan status sosial ekonomi yang relatif mapan dan akan masuk ke dalam kelas menengah. Padahal, peran elit ( the rulling class ) dan kelas menengah ( middle class) sangat siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial, sebagai salah satu pilar pembangunan. Dan, The Rulling Class ini dibentuk dari kelas menengah, yang terdiri dari kelompok-kelompok strategis dari kalangan intelektual, pengusaha, birokrat dan militer. Nah, untuk melakukan mobilitas vertikal dan masuk ke dalam kelas menengah haruslah berbasis kompetensi, bukan patronase politik.

Dengan kenyataan di atas, maka ada agenda strategis, dalam rangka mempelopori akselerasi pembangunan ini. Yaitu dengan mengelola dengan baik dan profesional seluruh insitusi kepemudaan, sebagai sarana perekrutan pemuda-pemuda potensial Indonesia dalam usia produktif. Selanjutnya, penguatan kelas menengah pemuda sebagai kandidat elit (the rulling class) dalam konteks sirkulasi kepemimpinan lokal dan nasional.

Dalam tataran aplikasinya, untuk saat ini, aktivis pelajar dan mahasiswa bisa bergabung dalam organisasi massa. Lebih mengkerucut lagi, bisa ormas politik. Dimulai dari aktivitas-aktivitas politik organisasi di kampus. Untuk pemuda yang sudah tidak lagi mahasiswa, mereka bisa berkecimpung lebih dalam di organisasi-organisasi keprofesian yang independen. Ini semua tidak lain adalah untuk mempertajam kompetensi dan profesionalisme, agar ketika mereka sudah menjadi bagian dalam the rulling class, mereka sudah siap.

Dengan kesiapan para pemuda menjalani the rulling class, akselerasi pembangunan dapat dimaksimalkan. Harapan ini tentulah bukan sebuah khayalan. Sejarah Indonesia sendiri telah menghasilkan individu seperti ini, contohnya, M. Natsir. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berfikir. Walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar, the next rulling class siap membantu dan mempercepat pembangunan negeri.

Aceh hari ini
Aceh hari ini sangat jauh tertinggal dari provinsi lain di Indonesia. Hampir dalam semua aspek kehidupan, tidak ada prestasi berarti yang dituai Aceh. Meskipun kini Aceh telah memperoleh otonomi khusus dengan self government, tetap tidak ada perubahan yang semakin mensejahterakan rakyat. Jika dikalkulasikan secara kasar, pasca tsunami dan MoU jumlah rakyat miskin semakin bertambah, padahal rakyat Aceh tidak pernah bertambah. Dari saya SD sampai sekarang penduduk Aceh tetap 4 jutaan. Ketimpangan sosial dan kesenjangan antara orang kaya baru dan rakyat miskin bagai lubang besar yang menganga. Kesenjangan ini pulalah yang mempengaruhi mind set dan karakter orang Aceh. Sikap mandiri dan jiwa saudagar seolah lenyap dari benak orang Aceh. Kesenjangan ini pula yang bisa mengundang konflik gaya baru.
Kemiskinan itu sendiri dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah dapat mengubur jiwa wirausaha dan menumbuh suburkan kemiskinan. Pendidikan yang rendah berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi. Negara-negara maju sangat memperhatikan bahkan menomorsatukan pendidikan. Negara sosialis seperti Kuba saja menggratiskan pendidikan dan kesehatan untuk rakyatnya. Mind set bisa dirubah dengan pendidikan yang berkarakter. Dalam hal ini, pemuda yang merupakan tulang punggung bangsa harus bisa menyisipkan agenda merubah minset masyarakat dalam ranah pendidikan. Tentu hal ini harus diawali dengan menyatukan konsep para pemuda dahulu. Kefakiran ini juga mendekatkan kepada kekafiran. Paling anyar kita banyak membaca di berbagai media lokal bagiamana pemurtadan dan aliran sesat berkembang pesan di Aceh, bagai cendawan dimusim hujan.
Orientasi pendidikan di Aceh haruslah mengikuti kearifan lokal. Dimana Aceh punya budaya berakar dan bersyariat. Dalam kasus ini, perlu ditingkatkan materi muatan lokal dalam setiap pendidikan formal, penambahan jam pelajaran agama, sejarah Aceh, bahasa Aceh, budaya Aceh sangat perlu dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta kepada nanggroe-nya. Ketika mereka mengenal sejarah Aceh, kita mengharapkan spirit untuk memajukan Aceh terpatri kembali dalam benak mereka. Sejarah masa Iskandar Muda masih bisa diulang kembali dalam format yang berbeda. Sedih rasanya jika melihat pendidikan di kota yang mengabaikan muatan lokal karena tidak diujikan dalam Ujian Nasional. Tahunya peserta didik hanya pagi sekolah, siang ikut les, malam bikin PR. Tidak ada waktu atau sempit sekali waktu untuk pendidikan agama, padahal kita tahu pondasi agama yang lemah sangat rentan terhadap pelajar yang nantinya akan menjadi pemuda masa depan, student today leader tomorrow. Alangkah sedih lagi saat menyaksikan tarian dan budaya Aceh dibawakan oleh orang luar bukan orang Aceh. Sedang pemuda kita lalai di warung kopi, hingga lagu bungong jeumpa saja mereka tak tahu.
Kampus sebagai sarang intelektual dengan pendidikan tingginya adalah sumber daya manusia siap pakai. Merekalah pemuda yang menjadi ujung tombak masa depan Aceh. Bagaimana Aceh nanti bisa terlihat dari bagaimana pemudanya sekarang. Seberapa besar kepedulian pemuda terhadap kemajuan pembangunan Aceh dibanding duduk di warung kopi sambil bermain internet ria. Seberapa peduli mereka terhadap gejala-gejala sosial yg ada disekitar mereka. Krisis moral dan spiritual telah melanda pemuda-pemuda kita. Larut dalam gaya hidup hedonis dan hura-hura. Kebudayaan negatif yang tertular pada masyarakat ada andil para pemuda kampus (mahasiswa). Mereka yang mampu berfikir rasional namun tidak mampu berfikir jernih telah menulari masyarakat dengan berbagai budaya negatif. Tidak lagi berakar pada keluhuran budaya Aceh yang kental nuansa islamnya. Pemuda dalam kategori mahasiswa ini paling mendesak untuk dibina, karena merekalah the real youth yang mayoritas. Merekalah calon pemimpin Aceh kedepan.
Ekonomi dan pendidikan adalah dua hal paling vital yg harus diprioritaskan pembangunannya oleh pemerintah Aceh. Anis baswedan dalam sebuah talkshow pernah mengatakan bahwa ada 2 pilihan untuk menbangun sebuah Negara, bangun pendidikannya dulu, kemudian ekonomi akan terbangun sendiri. Atau sebaliknya bangun ekonominya dulu baru pendidikan. Negara-negara maju barat memilih memajukan pendidikan dulu, pendidikan berkualitas akan menghasilkan insan berkualitas. Insan berkualitas dapat menggerakkan ekonomi kerakyatan. Insan berkualitas lebih cenderung berfikir how to create job. Beda dengan kita yang para sarjananya menyesaki tempat pendaftaran pegawai negeri. Selain karena mindset peninggalan belanda bahwa PNS itu nyaman. Juga karena tingkat pendidikan yang tidak berkualitas sehingga ilmunya juga tidak berkualitas. Akhirnya mereka pilih jalan aman dengan jadi PNS. Jiwa entrepreneurship sangat jarang lahir dari universitas kita.
Rencana cadangan pasca migas juga harus menjadi perhatian. Pasca pengapalan terakhir LNG tahun 2014. Pemerintah Aceh harus menyiapkan lapangan kerja baru. Misalnya dengan melakukan industrialisasi sektor pertanian. Ini diharapkan mampu membuka lapangan pekerjaan kepada para pemuda. Pemuda yang bekerja akan lebih kreatif. Beda dengan pemuda yang pengangguran yang sisi kreatifnya akan muncul dalam sisi negatif seperti kriminal bahkan terorisme.
Sungguh semua sektor kehidupan di Aceh sedang dalam masalah, rakyat miskin bertambah. Uang di Aceh banyak lari keluar daerah. Pembangunan tidak fokus dan terarah. Kita khawatir di Aceh akan muncul revolusi sosial. Saat ini dimana-mana muncul ketidakpuasan para pemuda terhadap pemerintah, mulai dari masalah KKN, kebijakan pembangunan, arogansi pemerintahan. Revolusi tentu selalu membuahkan korban yang tidak sedikit. Kita masih bisa mencegahnya dengan rekayasa sosial (social engginering). Pemberdayaan para pemuda dari berbagai unsur dan latar belakang,
Alhasil dari kesimpulan diatas ada beberapa peran yang bisa disandang pemuda. Namun demikian pemuda juga harus sadar diri terhadap perannya, sadar terhadap tanggung jawab dan resiko yang diembannya. Menjaga keluarganya masing-masing dan lingkungannya. Terkesan naif memang, tetapi ibda bi nafsik summa biman haulaka. Qu anfusakum wa ahlikum nara.
Penggiringan opini, image building dimasyarakat, perubahan mindset masyarakat tentang gaya hidup, padangan politik, pentingnya nilai-nilai adat dan agama dalam masyarakat. Memahamkan masyarakat tentang pembangunan dan perdamaian. Walaupun hanya obrolan warung kopi, padangan pemuda yg intelektual akan didengar oleh masyarakat. Bila agenda perubahan mindset ini berjalan sukses. Maka masyarakat malah akan mendukung setiap kebijakan pembangunan oleh pemerintah.
Mendukung program pro rakyat dan mengkritisi program yang merugikan rakyat. Pemuda adalah penyambung lidah masyarakat. Ia adalah front terdepan dalam masyarakat. Bila ada masalah di masyarakat pemuda harus berperan aktif dalam mencari solusi. Begitu juga terhadap kebijakan pembangunan oleh pemerintah. Pemuda harus bisa menjadi fasilitator dan mediator bila terjadi perbedaan pendapat antara masyarakat dengan pemerintah. Bukan malah menjadi provokator.
Menyatukan persepsi dengan semua OKP, karena gerakan yang terkoordinasi dan rapi akan memberikan efek besar. Seperti kata imam Ali, kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yg terorganisir. Menyatukan konsep dan gagasan agar melahirkan action plan yang realistis. Mendukung pembangunan dan memelihara perdamaian dalam ranah kepemudaan. Memberikan konstibusi dalam pembangunan moral dan spiritual pemuda.
Tidak dibutuhkan solusi besar untuk menyelesaikan masalah Aceh, cukup dengan kisi-kisi sederhana tapi menyentuh sisi kehidupan. Kita seringkali lupa bahwa dengan kerikil kecil kita tersandung bukan dengan batu besar. Dan batu besar bisa kita pindahkan dengan tuas kecil. Teori-teori empiris kadang sulit dipahami rakyat. Gunakanlah bahasa sederhana dengan kalimat SPOK aktif dengan istilah yang kita bisa sederhanakan. Intelektualitas dan bahasa ilmiah kita tidak bisa dipahami orang akan sia-sia saja. Sederhana, pelan tapi pasti. Inilah sebuah solusi dari orang yang tidak suci.
Mari kita besarkan cahaya optimis supaya nyali pesimis bisa kita hilangkan.

Tidak ada komentar: