Jumat, 29 April 2011

Menunggu Hancurnya Uang Kertas

Semua umat manusia di dunia percaya bahwa mati itu pasti terjadi, bahkan bagian dari keimanan seorang muslim kita juga yakin seyakin-yakinnya bahwa hari kiamat pasti terjadi. Yang kita tidak tahu adalah waktunya kapan hal-hal yang pasti tersebut terjadi.
Demikian pula keyakinan kita bahwa uang kertas yang tidak bisa dipisahkan dari riba pasti hancur karena Allah sendiri yang berjanji akan memusnahkannya (QS Al Baqarah : 276).

Alasan ini dapat dilihat dari selisih nilai didalam mata uang kertas antara nilai instrinsik dan nilai nominalnya, maka pastilah ada pihak yang akan diuntungkan. Dalam konteks bisnis, pencetakan mata uang kertas merupakan bisnis yang sangat menggiurkan. Bayangkan saja dalam sebuah ilustrasi, jika kita membuat sebuah produk A dengan biaya total produksi hanya Rp 400. Kemudian Produk A tersebut dijual seharga Rp 1.000, maka sudah untung Rp 600. Lantas kalau dijual seharga Rp 10.000, maka akan untung Rp 9.600. Atau bahkan kalau dijual seharga Rp 100.000, maka akan untung Rp 99.600. Coba bayangkan jika kita mencetak 1000 lembar uang RP 100.000, berapa keuntungan akan kita peroleh? Semakin tinggi kita menjualnya (angka nominalnya) maka keuntungan semakin banyak, karena berapapun anda jual, total biaya produksi tetap sama yaitu Rp 400 perlembar.
Dalam pencetakan mata uang US Dollar, nilai instrinsiknya sekitar 4 sen perlembar. Sedangkan nilai nominalnya bisa bervariasi, dari mulai $1, $ 10, atau bahkan $ 100. Dengan nilai nominal yang bervariasi tersebut, biaya instrinsiknya tetap sama yaitu 4 sen. Kalau The Fed mencetak dengan nominal US $ 100 per lembarnya, padahal nilai sebenarnya cuma 4 sen, berapa keuntungan perlembarnya?. Ternyata Amerika telah mencetak uang dengan nominal US $ 100 berlembar-lembar dan disebar ke seluruh penjuru dunia. Maka bisa dibayangkan, dengan pola bisnis seperti ini Amerika dapat meraup keuntungan yang sangat besar. Bentuk keuntungan tersebut, kompensasinya Amerika mendapatkan begitu banyak komoditi barang dari berbagai negara yang menggunakan dollar. Hal ini sungguh bisnis yang sangat menggiurkan.
Keuntungan tersebut semakin besar didapatkan Amerika, ketika semakin banyak negara mensirkulasikan untuk kebutuhan transaksinya. Inilah bisnis pada abad ini yang sangat menggiurkan sekali. Hanya berbekal selembar kertas mirip kwarto dan sebotol tinta warna serta sebuah mesin cetak mampu meraup keuntungan yang sangat banyak sekali.
Namun demikian yang kita juga tidak tahu adalah kapan uang kertas ini akan musnah. Bahkan futorolog masa kini seperti John Naisbitt meyakini bahwa dominasi mata uang kertas ini akan berakhir. John Naisbitt bahkan mengguncang pasar uang dengan pernyataannya bahwa penurunan nilai Dollar sekarang ini akan menuju berakhirnya dominasi mata uang Dollar yang berlaku di dunia saat ini. Kenyataan ini membuktikan sekali lagi bahwa tidak ada mata uang kertas yang bisa berumur panjang. Keberadaannya bisa jadi akan tetap dipaksakan, tetapi nilainya tidak ada.
Bukti kehancuran uang kertas ini sudah begitu banyak, namun kita sering mengabaikan. Di Indonesia uang kita pernah dipotong tiga angka nolnya tahun 1965. Sekitar tahun 1997-1998 kekayaan umat Islam Indonesia dalam Rupiah jatuh nilainya tinggal 1/4 dari nilai sebelumnya hanya dalam hitungan hari.
Pada tahun 1923 di Jerman, seorang ibu lebih suka membakar uang untuk menghangatkan ruangan daripada membeli kayu bakar karena harganya sama. Pada tahun itu juga orang yang membeli roti harus membawa kereta dorong, bukan untuk mengangkut roti akan tetapi untuk mengangkut uangnya, hal ini menunjukkan betapa tragisnya nasib uang kertas di Negara tersebut.
Melihat ini semua, sikap kebanyakan kita adalah seperti melihat kematian. Kita yakin kita juga akan mengalaminya akan tetapi sangat sedikit dari kita yang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kita beruntung mempunyai petunjuk yaitu Qur'an dan Hadits sehingga insya Allah kita tahu apa yang akan kita lakukan bila sesuatu yang pasti terjadi tersebut benar-benar terjadi.
Dalam teori ekonomi, uang memiliki tiga fungsi yaitu sebagai alat tukar (Medium of Exchange), sebagai penyimpan nilai (Store of Value) dan sebagai satuan perhitungan/timbangan (Unit of Account). Ketiga fungsi ini seharusnya melekat pada uang kertas yang kita gunakan selama ini, namun penggunaan uang kertas justru tidak dapat memenuhi ketiga fungsi tersebut sekaligus, dengan alasan bahwa yang pertama uang Fiat tidak bisa memerankan secara sempurna fungsi sebagai alat tukar (Medium of Exchange) yang adil karena nilainya yang berubah-ubah. Jumlah uang yang sama tidak bisa dipakai untuk menukar benda riil yang sama pada waktu yang berbeda.
Kemudian selanjutnya uang Fiat sebagai satuan pembukuan (Unit of Account), uang kertas juga gagal karena nilainya yang tidak konsisten, nilai uang yang sama tahun ini akan berbeda dengan tahun depan, dua tahun lagi dan seterusnya. Catatan pembukuan yang mengandalkan uang Fiat justru melanggar salah satu prinsip dasar pembukuan itu sendiri yaitu konsistensi.
Kemudian yang terakhir sebagai fungsi penyimpan nilai (Store of Value), jelas uang Fiat sudah membuktikan kegagalannya pula. Kita tidak dapat mengandalkan uang kertas kita sendiri untuk mempertahankan nilai kekayan kita, di Amerika Serikat pun masyarakatnya yang cerdas mulai tidak mempercayai uang Dollarnya karena nilainya turun tinggal kurang dari 40% nya selama enam tahun terakhir.
Uang kertas hanya berfungsi secara optimal sebagai Alat Tukar. Sebagai Store of Value(penyimpan nilai), nilainya terkuras oleh inflasi dari waktu ke waktu. Karena nilainya yang terus menurun ini maka uang kertas juga tidak bisa secara konsisten dipakai sebagai Unit of Account. Kalau kita memiliki rumah yang kita beli 10 tahun lalu senilai Rp 100 juta, tanpa renovasi sekalipun sekarang nilainya diatas Rp 500 juta maka dalam mata uang Rupiah seolah kita untung, benarkah kita untung? darimana untungnya? Keuntungan semua ini terjadi karena bias dari Unit of Account yang kita gunakan yaitu Rupiah.
Dari sini kita semakin yakin bahwa hanya uang emas (Dinar) dan perak (Dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang modern dengan sempurna, yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange), fungsi satuan pembukuan ( unit of account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value).
Dinar dan dirham adalah sebuah alat pembayaran yang sebenarnya telah lama dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua negara tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu. Dinar terbuat dari emas dan dirham terbuat dari perak.
Dinar (emas) dalam sejarah dunia pertama kali diperkenalkan melalui Romawi kuno pada tahun 211 SM. Karena dinar adalah mata uang yang dipergunakan sebagai alat tukar pembayaran transaksi ekonomi pada masa itu dan juga nilainya stabil yang disebabkan adanya kadar emas dalam mata uang tersebut.
Uang Emas (Dinar) atau Perak (Dirham) yang sebenarnya sepanjang sejarah ribuan tahun mampu memerankan tiga fungsi uang tersebut secara sempurna. Namun karena rezim pemerintahan dunia 85 tahun terakhir hanya menggunakan uang kertas dan bahkan 27 tahun terakhir melalui IMF melarang penggunaan emas sebagai referensi mata uang, maka Emas (Dinar) dan Perak (Dirham) belum bisa kita fungsikan sebagai uang dalam pengertian alat tukar secara optimal.
Dalam hal uang, kita yang hidup di zaman ini menghadapi situasi dilematis. Uang kita yang resmi yaitu Rupiah, Dollar, dapat secara efektif kita gunakan sebagai alat tukar saat ini, namun uang kertas ini tidak dapat memerankan fungsi Store of Value dan Unit of Account. Uang kertas hanya secara efektif memerankan satu dari tiga fungsi uang. Disisi lain kita juga memiliki uang Dinar dan Dirham yang sudah terbukti efektif memerankan ketiga fungsinya, namun secara legal tidak diakui sebagai alat tukar. Praktis Dinar dan Dirham baru bisa memerankan dua dari tiga fungsi uang.
Komposisi uang kertas dan Dinar Anda tergantung berapa banyak yang Anda butuhkan sebagai Alat Tukar dan berapa banyak pula yang dibutuhkan sebagai Store of Value. Untuk jual beli saat ini, kita membutuhkan uang kertas, maka tidak dianjurkan untuk menukar uang kertas ini dengan Dinar apabila uang tersebut akan kita butuhkan dalam waktu dekat (kurang dari 6 bulan). Sebaliknya untuk kebutuhan kita jangka panjang seperti biaya masuk perguruan tinggi anak-anak, biaya pemeliharaan kesehatan hari tua, biaya pergi haji, biaya perbaikan rumah, anda membutuhkan uang yang berfungsi efektif sebagai Store of Value Dinarlah jawaban praktisnya.
Sebenarnya ada jawaban lain yang lebih baik, uang kita tidak hanya efektif sebagai Store of Value akan tetapi juga dapat menjadi Growing Assets apabila kita dapat berinvestasi di sektor riil secara baik. Dalam hal ini uang jangka panjang yang kita miliki dapat berupa tanaman di kebun yang terus tumbuh, anak-anak sapi yang terus membesar, ayam dan itik yang semakin banyak, kebun-kebun yang semakin menghijau atau usaha-usaha lain yang berjalan baik.

Tidak ada komentar: