Semua umat manusia di dunia percaya bahwa mati itu pasti
terjadi, bahkan bagian dari keimanan seorang muslim kita juga yakin
seyakin-yakinnya bahwa hari kiamat pasti terjadi. Yang kita tidak tahu adalah
waktunya kapan hal-hal yang pasti tersebut terjadi.
Demikian pula keyakinan kita bahwa uang kertas yang tidak
bisa dipisahkan dari riba pasti hancur karena Allah sendiri yang berjanji akan
memusnahkannya (QS Al Baqarah : 276).
Alasan
ini dapat dilihat dari selisih nilai didalam mata uang kertas antara nilai
instrinsik dan nilai nominalnya, maka pastilah ada pihak yang akan diuntungkan.
Dalam konteks bisnis, pencetakan mata uang kertas merupakan bisnis yang sangat
menggiurkan. Bayangkan saja dalam sebuah ilustrasi, jika kita membuat sebuah
produk A dengan biaya total produksi hanya Rp 400. Kemudian Produk A tersebut
dijual seharga Rp 1.000, maka sudah untung Rp 600. Lantas kalau dijual seharga
Rp 10.000, maka akan untung Rp 9.600. Atau bahkan kalau dijual seharga Rp
100.000, maka akan untung Rp 99.600. Coba bayangkan jika kita mencetak 1000
lembar uang RP 100.000, berapa keuntungan akan kita peroleh? Semakin tinggi kita
menjualnya (angka nominalnya) maka keuntungan semakin banyak, karena berapapun
anda jual, total biaya produksi tetap sama yaitu Rp 400 perlembar.
Dalam
pencetakan mata uang US Dollar, nilai instrinsiknya sekitar 4 sen perlembar.
Sedangkan nilai nominalnya bisa bervariasi, dari mulai $1, $ 10, atau bahkan $
100. Dengan nilai nominal yang bervariasi tersebut, biaya instrinsiknya tetap
sama yaitu 4 sen. Kalau The Fed mencetak dengan nominal US $ 100 per lembarnya,
padahal nilai sebenarnya cuma 4 sen, berapa keuntungan perlembarnya?. Ternyata
Amerika telah mencetak uang dengan nominal US $ 100 berlembar-lembar dan disebar
ke seluruh penjuru dunia. Maka bisa dibayangkan, dengan pola bisnis seperti ini
Amerika dapat meraup keuntungan yang sangat besar. Bentuk keuntungan tersebut,
kompensasinya Amerika mendapatkan begitu banyak komoditi barang dari berbagai
negara yang menggunakan dollar. Hal ini sungguh bisnis yang sangat menggiurkan.
Keuntungan
tersebut semakin besar didapatkan Amerika, ketika semakin banyak negara
mensirkulasikan untuk kebutuhan transaksinya. Inilah bisnis pada abad ini yang
sangat menggiurkan sekali. Hanya berbekal selembar kertas mirip kwarto dan
sebotol tinta warna serta sebuah mesin cetak mampu meraup keuntungan yang
sangat banyak sekali.
Namun demikian yang kita juga tidak tahu adalah kapan uang
kertas ini akan musnah. Bahkan futorolog masa kini seperti John Naisbitt
meyakini bahwa dominasi mata uang kertas ini akan berakhir. John Naisbitt
bahkan mengguncang pasar uang dengan pernyataannya bahwa penurunan nilai Dollar
sekarang ini akan menuju berakhirnya dominasi mata uang Dollar yang berlaku di
dunia saat ini. Kenyataan ini membuktikan sekali lagi bahwa tidak ada mata uang
kertas yang bisa berumur panjang. Keberadaannya bisa jadi akan tetap dipaksakan,
tetapi nilainya tidak ada.
Bukti kehancuran uang kertas ini sudah begitu banyak, namun
kita sering mengabaikan. Di Indonesia uang kita pernah dipotong tiga angka
nolnya tahun 1965. Sekitar tahun 1997-1998 kekayaan umat Islam Indonesia dalam
Rupiah jatuh nilainya tinggal 1/4 dari nilai sebelumnya hanya dalam hitungan
hari.
Pada tahun 1923 di Jerman, seorang ibu lebih suka membakar
uang untuk menghangatkan ruangan daripada membeli kayu bakar karena harganya
sama. Pada tahun itu juga orang yang membeli roti harus membawa kereta dorong,
bukan untuk mengangkut roti akan tetapi untuk mengangkut uangnya, hal ini menunjukkan
betapa tragisnya nasib uang kertas di Negara tersebut.
Melihat ini semua, sikap kebanyakan kita adalah seperti
melihat kematian. Kita yakin kita juga akan mengalaminya akan tetapi sangat
sedikit dari kita yang mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Kita beruntung
mempunyai petunjuk yaitu Qur'an dan Hadits sehingga insya Allah kita tahu apa
yang akan kita lakukan bila sesuatu yang pasti terjadi tersebut benar-benar
terjadi.
Dalam teori ekonomi, uang memiliki tiga fungsi yaitu sebagai
alat tukar (Medium of Exchange), sebagai penyimpan nilai (Store of Value) dan
sebagai satuan perhitungan/timbangan (Unit of Account). Ketiga fungsi ini
seharusnya melekat pada uang kertas yang kita gunakan selama ini, namun
penggunaan uang kertas justru tidak dapat memenuhi ketiga fungsi tersebut
sekaligus, dengan alasan bahwa yang pertama uang Fiat tidak bisa memerankan
secara sempurna fungsi sebagai alat tukar (Medium of Exchange) yang adil karena
nilainya yang berubah-ubah. Jumlah uang yang sama tidak bisa dipakai untuk
menukar benda riil yang sama pada waktu yang berbeda.
Kemudian selanjutnya uang Fiat sebagai satuan pembukuan
(Unit of Account), uang kertas juga gagal karena nilainya yang tidak konsisten,
nilai uang yang sama tahun ini akan berbeda dengan tahun depan, dua tahun lagi
dan seterusnya. Catatan pembukuan yang mengandalkan uang Fiat justru melanggar
salah satu prinsip dasar pembukuan itu sendiri yaitu konsistensi.
Kemudian yang terakhir sebagai fungsi penyimpan nilai (Store
of Value), jelas uang Fiat sudah membuktikan kegagalannya pula. Kita tidak
dapat mengandalkan uang kertas kita sendiri untuk mempertahankan nilai kekayan
kita, di Amerika Serikat pun masyarakatnya yang cerdas mulai tidak mempercayai
uang Dollarnya karena nilainya turun tinggal kurang dari 40% nya selama enam
tahun terakhir.
Uang kertas hanya berfungsi secara optimal sebagai Alat
Tukar. Sebagai Store of Value(penyimpan nilai), nilainya terkuras oleh inflasi
dari waktu ke waktu. Karena nilainya yang terus menurun ini maka uang kertas
juga tidak bisa secara konsisten dipakai sebagai Unit of Account. Kalau kita
memiliki rumah yang kita beli 10 tahun lalu senilai Rp 100 juta, tanpa renovasi
sekalipun sekarang nilainya diatas Rp 500 juta maka dalam mata uang Rupiah
seolah kita untung, benarkah kita untung? darimana untungnya? Keuntungan semua
ini terjadi karena bias dari Unit of Account yang kita gunakan yaitu Rupiah.
Dari sini kita semakin yakin bahwa hanya uang emas (Dinar)
dan perak (Dirham), yang bisa menjalankan fungsi uang modern dengan sempurna,
yaitu fungsi alat tukar (medium of exchange), fungsi satuan pembukuan ( unit of
account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value).
Dinar dan dirham adalah sebuah alat pembayaran yang
sebenarnya telah lama dikenal sejak zaman Romawi dan Persia, kedua negara
tersebut merupakan dua negara adidaya yang cukup besar pada masa itu. Dinar
terbuat dari emas dan dirham terbuat dari perak.
Dinar (emas) dalam sejarah dunia pertama kali diperkenalkan
melalui Romawi kuno pada tahun 211 SM. Karena dinar adalah mata uang yang
dipergunakan sebagai alat tukar pembayaran transaksi ekonomi pada masa itu dan
juga nilainya stabil yang disebabkan adanya kadar emas dalam mata uang
tersebut.
Uang Emas (Dinar) atau Perak (Dirham) yang sebenarnya
sepanjang sejarah ribuan tahun mampu memerankan tiga fungsi uang tersebut
secara sempurna. Namun karena rezim pemerintahan dunia 85 tahun terakhir hanya
menggunakan uang kertas dan bahkan 27 tahun terakhir melalui IMF melarang
penggunaan emas sebagai referensi mata uang, maka Emas (Dinar) dan Perak (Dirham)
belum bisa kita fungsikan sebagai uang dalam pengertian alat tukar secara
optimal.
Dalam hal uang, kita yang hidup di zaman ini menghadapi
situasi dilematis. Uang kita yang resmi yaitu Rupiah, Dollar, dapat secara
efektif kita gunakan sebagai alat tukar saat ini, namun uang kertas ini tidak
dapat memerankan fungsi Store of Value dan Unit of Account. Uang kertas hanya
secara efektif memerankan satu dari tiga fungsi uang. Disisi lain kita juga
memiliki uang Dinar dan Dirham yang sudah terbukti efektif memerankan ketiga
fungsinya, namun secara legal tidak diakui sebagai alat tukar. Praktis Dinar dan
Dirham baru bisa memerankan dua dari tiga fungsi uang.
Komposisi uang kertas dan Dinar Anda tergantung berapa
banyak yang Anda butuhkan sebagai Alat Tukar dan berapa banyak pula yang
dibutuhkan sebagai Store of Value. Untuk jual beli saat ini, kita membutuhkan
uang kertas, maka tidak dianjurkan untuk menukar uang kertas ini dengan Dinar
apabila uang tersebut akan kita butuhkan dalam waktu dekat (kurang dari 6
bulan). Sebaliknya untuk kebutuhan kita jangka panjang seperti biaya masuk
perguruan tinggi anak-anak, biaya pemeliharaan kesehatan hari tua, biaya pergi
haji, biaya perbaikan rumah, anda membutuhkan uang yang berfungsi efektif
sebagai Store of Value Dinarlah jawaban praktisnya.
Sebenarnya ada jawaban lain yang lebih baik, uang kita tidak
hanya efektif sebagai Store of Value akan tetapi juga dapat menjadi Growing
Assets apabila kita dapat berinvestasi di sektor riil secara baik. Dalam hal
ini uang jangka panjang yang kita miliki dapat berupa tanaman di kebun yang
terus tumbuh, anak-anak sapi yang terus membesar, ayam dan itik yang semakin
banyak, kebun-kebun yang semakin menghijau atau usaha-usaha lain yang berjalan
baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar